Senin, 20 Mei 2013


Masih perlukah Perpustakaan dan Taman Bacaan Masyarakat ??

Kata perpustakaan tentu sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat. Perpustakaan sebagai lembaga nasional non departemen, mempunyai visi dan misi salah satunya adalah membina, mengembangkan, dan mendayagunakan gerakan membaca masyarakat dalam memberantas buta aksara. Keberadaan perpustakaan sudah menjadi suatu hal yang wajib ada di suatu wilayah atau daerah dan institusi, terlebih di dunia pendidikan. Namun image perpustakaan yang hanya boleh dikunjungi mereka yang ‘bersepatu’ ini menjadikan masyarakat umum merasa sungkan untuk datang ke perpustakaan sekedar untuk membaca buku. Anggapan ini mendorong Departemen Pendidikan Nasional mendirikan taman bacaan masyarakat (TBM) guna membantu masyarakat dalam menemukan solusi permasalahannya disamping juga membudayakan gerakan membaca mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat desa. Namun sekarang, dengan perkembangan teknologi yang ada semua orang mampu menjadi produsen informasi, sehingga berakibat banyaknya informasi yang tidak tertampung atau disebut ledakan informasi (Information explotion) yang memudahkan masyarakat menemukan informasi tanpa harus datang ke perpustakaan. Yang menjadi problema saat ini adalah, masihkah perpustakaan dan taman bacaan masyarakat itu dibutuhkan? mengingat sudah semakin menjamurnya informasi yang ada di internet. Ditambah lagi dengan masyarakat yang tidak siap menghadapi tuntutan zaman yang belum bisa menjadikan membaca menjadi sebuah kebutuhan dalam hidupnya. Masyarakat lebih senang bertanya daripada membaca ketika ada permasalahan. Mereka juga lebih senang meminta petunjuk daripada mencari solusi melalui bahan bacaan yang ada.
Pengertian perpustakaan menurut UU nomor 43 tahun 2007 adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan / atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Perpustakaan sebagai salah satu lembaga penyedia informasi public haruslah dapat memenuhi kebutuhan informasi masyarakat dan menyediakan bahan pustaka yang sesuai dengan kapasitas intelektual lingkungan masyarakat itu sendiri. Masyarakat dapat dengan mudah menjumpai perpustakaan diberbagai tempat. Namun keberadaan gedung perpustakaan yang umumnya berada di lingkup instansi tertentu membuat masyarakat umum menjadi enggan masuk dan jika ada yang masuk mungkin akan sedikit kecewa karena umumnya koleksi yang ada di perpustakaan di sekolah berisi buku-buku pelajaran atau buku-buku yang dengan tingkat bacaan yang “berat”. Namun tidak semua perpustakaan demikian, banyak perpustakaan-perpustakaan umum yang menyediakan koleksi buku secara lengkap sehingga memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi sesuai bacaan yang dicari. Meskipun banyak perpustakaan yang mempunyai koleksi yang sudah lengkap dan tersebar diberbagai daerah, masih sangat jarang masyarakat yang datang ke perpustakaan. Umumnya hanya para pelajar atau orang-orang yang berkepentingan untuk mencari buku yang datang ke perpustakaan. Hal ini karena jam layanan perpustakaan yang terbatas dan juga berbarengan dengan jam masyarakat bekerja sehingga tidak mengherankan jika jarang masyarakat yang datang ke perpustakaan pada jam-jam layanan perpustakaan itu buka. Sedangkan, ketika masyarakat ingin meminjam buku ketika hari libur, misalkan hari minggu atau hari-hari libur nasional, perpustakaan justru libur atau tutup layanan.sehingga kesempatan masyarakat untuk menikmati informasi diperpustakaan pupus. Karena dihari libur, perpustakaan juga ikut libur sehingga masyarakat menjadi kurang tertarik untuk datang ke perpustakaan dan memilih membeli buku ditoko buku atau browsing di internet bahkan memilih untuk berwisata. Padahal ini bisa menjadi kesempatan perpustakaan untuk menyedot pengunjung dalam jumlah yang besar karena dihari libur tidak semua orang pergi ke toko buku atau berwisata sehingga sangat mungkin sekali banyak masyarakat yang kemudian menghabiskan waktunya di perpustakaan untuk sekedar membaca atau berekreasi tanpa megeluarkan uang. Namun, hal ini tidak terjadi dan hanya menjadi harapan sehingga dapat diketahui, sangat sedikit sekali masyarakat yang memanfaatkan perpustakaan dalam mencari informasi di jam-jam layanan perpustakaan buka .
Melihat hal tersebut, pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional menghadirkan sebuah solusi dalam mengakses informasi yaitu dengan mendirikan taman bacaan masyarakat. Taman bacaan masyarakat ini tidak berbeda jauh dengan perpustakaan. TBM ini juga menghadirkan koleksi-koleksi yang bermutu meskipun dalam jumlah yang relative sedikit. Hadirnya Taman bacaan ini seolah menjadi oase di tengah gurun yang tandus. Mayoritas masyarakat lebih senang dan leluasa datang ke taman bacaan ini karena mereka tidak harus bersepatu dan berpakaian rapi untuk datang ke taman bacaan ini, bahkan mereka bisa dengan bebas membaca sambil tiduran. Faktor inilah yang membuat masyarakat berbondong-bondong datang ke TBM sekedar untuk membaca. Minat masyarakat akan taman bacaan ini juga sangat mengagumkan. Terbukti dari banyak bermunculan TBM-TBM. Di Yogyakarta saja tercatat ada sekitar 234 TBM. Namun dari jumlah tersebut sekitar 30% keberadaannya tidak jelas antara hidup atau mati. Kebanyakan dari TBM tidak bertahan lama, hal ini karena minat masyarakat untuk membaca tidak stabil sehingga terkadang tinggi, terkadang rendah, bahkan tidak ada sama sekali. Selain itu koleksi di taman bacaan yang tidak selengkap di perpustakaan, mengharuskan pustakawan atau pengelola TBM untuk rajin meng-update, jika tidak menginginkan satu persatu dari penggunanya pergi. Hal lain yang membuat banyaknya TBM terbengkalai adalah akibat tidak adanya pengurus yang mau mengurusi atau mengelola TBM tersebut.
Pemahaman masyarakat akan perpustakan ataupun TBM sebagai gudang ilmupun sudah di anggap sebagai pandangan tradisional. Hal ini karena penggunanya yang sudah berubah dan bahkan sudah tidak lagi membutuhkan perpustakaan secara fisik dan hanya mengandalkan internet. Karena tidak bisa dipungkiri keberadaan internet sangat berpengaruh besar terhadap keberlangsungan kehidupan perpustakaan dan mampu menggeser paradigma masyarakat untuk tidak harus datang ke perpustakaan ketika mencari sebuah informasi. Tak hanya itu, kehadiran berbagai jenis hiburan seperti games, HP, dan tayangan TV mampu mengalihkan perhatian baik kalangan anak-anak maupun orang dewasa dari buku. Kemudahan akses diinternet dan kebutuhan masyarakat yang menginginkan mendapatkan informasi secara cepat dan mudah membuat internet lebih cepat diterima disemua kalangan dalam mendapatkan sebuah informasi.
Dalam hal ini yang perlu digarisbwahi adalah antara perpustakaan dan TBM, keduanya sama-sama mempunyai ruh yang sama, sama-sama didirikan dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberantas masyarakat yang masih buta aksara. Keberadaan keduanya masih sangat dibutuhkan mengingat tidak semua masyarakat mampu mengakses internet. Namun problem klasik yang dihadapi adalah, kesadaran akan budaya membaca masyarakat masih sangat beragam, maka salah satu terobosan yang dilakukan untuk mengatasi keengganan masyarakat untuk membaca dan datang ke perpustakaan yaitu dengan mendekatkan buku sedekat mungkin dengan masyarakat. Salah satunya dengan cara menjamin kemudahan akses oleh seluruh lapisan masyarakat selain itu menanamkan pada masyarakat bahwa perpustakaan adalah tempat belajar informal alternatif tanpa batas dengan biaya yang murah. Menanggapi tentang hadirnya teknologi justru dapat dijadikan sebagai sarana dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat sehingga akan lebih efektif dan efisien dalam temu kembali informasi. Oleh karena itu pustakawan dituntut aktif dalam mengikuti perkembangan teknologi yang ada karena peran pustakawan disini tidak hanya memberikan informasi namun juga mengarahkan masyarakat dalam mencari informasi yang bermanfaat dan yang kurang bermanfaat sehingga nantinya masyarakat dapat memilah sendiri mana informasi yang layak untuk dikonsumsi dan mana yang tidak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar