Masih perlukah Perpustakaan dan Taman Bacaan
Masyarakat ??
Kata perpustakaan tentu sudah tidak asing lagi
ditelinga masyarakat. Perpustakaan sebagai lembaga nasional non departemen,
mempunyai visi dan misi salah satunya adalah membina,
mengembangkan, dan mendayagunakan gerakan membaca masyarakat dalam memberantas buta aksara. Keberadaan
perpustakaan sudah menjadi suatu hal yang wajib ada di suatu wilayah atau
daerah dan institusi, terlebih di dunia pendidikan. Namun image perpustakaan yang hanya boleh dikunjungi mereka yang
‘bersepatu’ ini menjadikan masyarakat umum merasa sungkan untuk datang ke
perpustakaan sekedar untuk membaca buku. Anggapan ini mendorong Departemen
Pendidikan Nasional mendirikan taman bacaan masyarakat (TBM) guna membantu
masyarakat dalam menemukan solusi permasalahannya disamping juga membudayakan
gerakan membaca mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat desa. Namun
sekarang, dengan perkembangan teknologi yang ada semua orang mampu menjadi produsen informasi, sehingga berakibat banyaknya informasi
yang tidak tertampung atau disebut ledakan
informasi
(Information explotion)
yang memudahkan masyarakat menemukan informasi tanpa harus datang ke
perpustakaan.
Yang menjadi problema saat ini adalah, masihkah perpustakaan dan taman bacaan masyarakat
itu dibutuhkan? mengingat sudah semakin menjamurnya informasi yang ada di
internet. Ditambah lagi dengan masyarakat yang tidak siap menghadapi tuntutan
zaman yang belum bisa menjadikan membaca menjadi sebuah kebutuhan dalam
hidupnya. Masyarakat lebih senang bertanya daripada membaca ketika ada
permasalahan. Mereka juga lebih senang meminta petunjuk daripada mencari solusi
melalui bahan bacaan yang ada.
Pengertian perpustakaan menurut UU nomor 43 tahun 2007 adalah
institusi
pengelola koleksi karya
tulis,
karya cetak, dan / atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan
pendidikan, penelitian, pelestarian,
informasi,
dan rekreasi para pemustaka. Perpustakaan sebagai salah satu lembaga penyedia informasi public haruslah
dapat memenuhi kebutuhan informasi masyarakat dan menyediakan bahan pustaka
yang sesuai dengan kapasitas intelektual lingkungan masyarakat itu sendiri. Masyarakat
dapat dengan mudah menjumpai perpustakaan diberbagai tempat. Namun keberadaan
gedung perpustakaan yang umumnya berada di lingkup instansi tertentu membuat
masyarakat umum menjadi enggan masuk dan jika ada yang masuk mungkin akan
sedikit kecewa karena umumnya koleksi yang ada di perpustakaan di sekolah
berisi buku-buku pelajaran atau buku-buku yang dengan tingkat bacaan yang “berat”.
Namun tidak semua perpustakaan demikian, banyak perpustakaan-perpustakaan umum
yang menyediakan koleksi buku secara lengkap sehingga memudahkan masyarakat
untuk mendapatkan informasi sesuai bacaan yang dicari. Meskipun banyak
perpustakaan yang mempunyai koleksi yang sudah lengkap dan tersebar diberbagai
daerah, masih sangat jarang masyarakat yang datang ke perpustakaan. Umumnya
hanya para pelajar atau orang-orang yang berkepentingan untuk mencari buku yang
datang ke perpustakaan. Hal ini karena jam layanan perpustakaan yang terbatas
dan juga berbarengan dengan jam masyarakat bekerja sehingga tidak mengherankan
jika jarang masyarakat yang datang ke perpustakaan pada jam-jam layanan
perpustakaan itu buka. Sedangkan, ketika masyarakat ingin meminjam buku ketika
hari libur, misalkan hari minggu atau hari-hari libur nasional, perpustakaan justru
libur atau tutup layanan.sehingga kesempatan masyarakat untuk menikmati
informasi diperpustakaan pupus. Karena dihari libur, perpustakaan juga ikut libur
sehingga masyarakat menjadi kurang tertarik untuk datang ke perpustakaan dan
memilih membeli buku ditoko buku atau browsing di internet bahkan memilih untuk
berwisata. Padahal ini bisa menjadi kesempatan perpustakaan untuk menyedot pengunjung
dalam jumlah yang besar karena dihari libur tidak semua orang pergi ke toko
buku atau berwisata sehingga sangat mungkin sekali banyak masyarakat yang
kemudian menghabiskan waktunya di perpustakaan untuk sekedar membaca atau
berekreasi tanpa megeluarkan uang. Namun, hal ini tidak terjadi dan hanya
menjadi harapan sehingga dapat diketahui, sangat sedikit sekali masyarakat yang
memanfaatkan perpustakaan dalam mencari informasi di jam-jam layanan
perpustakaan buka .
Melihat hal
tersebut, pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional menghadirkan
sebuah solusi dalam mengakses informasi yaitu dengan mendirikan taman bacaan
masyarakat. Taman bacaan masyarakat ini tidak berbeda jauh dengan perpustakaan.
TBM ini juga menghadirkan koleksi-koleksi yang bermutu meskipun dalam jumlah
yang relative sedikit. Hadirnya Taman bacaan ini seolah menjadi oase di tengah
gurun yang tandus. Mayoritas masyarakat lebih senang dan leluasa datang ke
taman bacaan ini karena mereka tidak harus bersepatu dan berpakaian rapi untuk
datang ke taman bacaan ini, bahkan mereka bisa dengan bebas membaca sambil
tiduran. Faktor inilah yang membuat masyarakat berbondong-bondong datang ke TBM
sekedar untuk membaca. Minat masyarakat akan taman bacaan ini juga sangat mengagumkan.
Terbukti dari banyak bermunculan TBM-TBM. Di Yogyakarta saja tercatat ada
sekitar 234 TBM. Namun dari jumlah tersebut sekitar 30% keberadaannya tidak
jelas antara hidup atau mati. Kebanyakan dari TBM tidak bertahan lama, hal ini
karena minat masyarakat untuk membaca tidak stabil sehingga terkadang tinggi, terkadang
rendah, bahkan tidak ada sama sekali. Selain itu koleksi di taman bacaan yang
tidak selengkap di perpustakaan, mengharuskan pustakawan atau pengelola TBM untuk
rajin meng-update, jika tidak
menginginkan satu persatu dari penggunanya pergi. Hal lain yang membuat
banyaknya TBM terbengkalai adalah akibat tidak adanya pengurus yang mau
mengurusi atau mengelola TBM tersebut.
Pemahaman masyarakat akan perpustakan ataupun TBM
sebagai gudang ilmupun sudah di anggap sebagai pandangan tradisional. Hal ini
karena penggunanya yang sudah berubah dan bahkan sudah tidak lagi membutuhkan
perpustakaan secara fisik dan hanya mengandalkan internet. Karena tidak bisa dipungkiri
keberadaan internet sangat berpengaruh besar terhadap keberlangsungan kehidupan
perpustakaan dan mampu menggeser paradigma masyarakat untuk tidak harus datang
ke perpustakaan ketika mencari sebuah informasi. Tak hanya itu, kehadiran
berbagai jenis hiburan seperti games, HP, dan tayangan TV mampu mengalihkan
perhatian baik kalangan anak-anak maupun orang dewasa dari buku. Kemudahan
akses diinternet dan kebutuhan masyarakat yang menginginkan mendapatkan
informasi secara cepat dan mudah membuat internet lebih cepat diterima disemua
kalangan dalam mendapatkan sebuah informasi.
Dalam hal ini yang perlu digarisbwahi adalah antara perpustakaan
dan TBM, keduanya sama-sama mempunyai ruh yang sama, sama-sama didirikan dengan
tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberantas masyarakat yang
masih buta aksara. Keberadaan keduanya masih sangat dibutuhkan mengingat tidak
semua masyarakat mampu mengakses internet. Namun problem klasik yang dihadapi
adalah, kesadaran akan budaya membaca masyarakat masih sangat beragam, maka
salah satu terobosan yang dilakukan untuk mengatasi keengganan masyarakat untuk
membaca dan datang ke perpustakaan yaitu dengan mendekatkan buku sedekat
mungkin dengan masyarakat. Salah satunya dengan cara menjamin kemudahan akses
oleh seluruh lapisan masyarakat selain itu menanamkan pada masyarakat bahwa
perpustakaan adalah tempat belajar informal alternatif tanpa batas dengan biaya
yang murah. Menanggapi tentang hadirnya teknologi justru dapat dijadikan
sebagai sarana dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat sehingga akan lebih
efektif dan efisien dalam temu kembali informasi. Oleh karena itu pustakawan
dituntut aktif dalam mengikuti perkembangan teknologi yang ada karena peran pustakawan
disini tidak hanya memberikan informasi namun juga mengarahkan masyarakat dalam
mencari informasi yang bermanfaat dan yang kurang bermanfaat sehingga nantinya
masyarakat dapat memilah sendiri mana informasi yang layak untuk dikonsumsi dan
mana yang tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar